Karena kebaikan hati Wimar Witoelar aku bisa berkenalan dengan Patrick Manurung, anak muda penuh semangat yang sekarang sedang menuntut ilmu di Groningen, sebuah kota kecil cenderung sunyi di Negeri Belanda. Ditemani istrinya, Opi dan Nara, anak semata wayangnya, Patrick sekitar 4 tahun terakhir tinggal di negeri kincir ini. Walau jauh dari Indonesia, perhatiannya pada negeri ini sangatlah kental terasa, rasa cintanya pada negeri ini mengingatkan aku pada Mohamad Hatta yang juga pernah mengenyam pendidikan di salah satu negara Eropa ini.
Sesuai perjanjian, dia akan datang ke Den Haag untuk membicarakan rencana kampanye anti Travel Warning di Belanda khususnya dan Eropa Barat pada umumnya.
Sambil menunggu kedatangannya di rumah familiku, di Malakkastraat 48, kulihat De Telegraaf, surat kabar berbahasa Belanda yang tergeletak di atas meja, iseng-iseng kubuka-buka halaman per halaman, sampai terhenti di halaman 8 koran tanggal 18 Juli 2007. FOX adverteert met risicovolle Indonesische maatschappijen. ANWB negeert zwarte vlieglijst. Problem baru muncul, citra Indonesia kembali ikut terancam.
Patrick akhirnya muncul, terlambat sekitar dua jam dari rencana, masalah transportasi ternyata tak hanya terjadi di Indonesia, sebuah halilintar besar menghajar sebuah kabel listrik yang berhubungan dengan lalu lintas Kereta Api. Sore itu transportasi KA di Belanda kisruh.
Di sebuah kafe di dekat centrum Den Haag sore itu kita bicarakan banyak hal, bir dingin sore itu cukup menghangatkan badan yang didera dinginnya udara kota. Udara dingin makin tak terasa ketika kita mulai bergerak, menempelkan dan membagikan beberapa stiker Travel Warning: Indonesia, Dangerously Beautiful pada orang-orang di sekitar taman dan pertokoan sekitar centrum.
Selain membagikan sticker, Patrick juga sibuk memotret, buat dokumentasi sekaligus untuk informasi buat teman-teman mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda.
Walau jam sudah menunjukkan pukul 20.00, matahari masih belum mau tunduk di ufuk barat, Secara mengejutkan dan menyenangkan kemudian muncul pula Michael Putra Wenas, mahasiswa Indonesia yang sekarang sudah bekerja di Shell, ditemani Aldo Tomasoa, Regi Laurensius dan seorang teman lain.
Rencanapun dibuat, teman-teman mahasiswa itu sepakat untuk BERTINDAK, menjadi duta bangsa yang berupaya memperbaiki citra negerinya melalui Kampanye TRAVEL WARNING: Indonesia, Dangerously Beautiful. Sebuah langkah awal baru saja mereka canangkan, membela nama Republik Indonesia di mata dunia internasional. Terima kasih duta-duta muda bangsa, semoga gerakanmu diikuti teman-teman di tempat lain, di dalam negeri lebih khusus lagi.
Indonesia pasti bangga, punya orang muda yang bisa menjadi duta bangsanya.
Salut besar juga untuk Christian Santoso, Elsa Adriana, Taman, Adept, Herdian Lasut, Wibi Nugroho dan lainnya.
Iwan Esjepe
Den Haag, Tengah malam, pertengahan Juli 2007
Sesuai perjanjian, dia akan datang ke Den Haag untuk membicarakan rencana kampanye anti Travel Warning di Belanda khususnya dan Eropa Barat pada umumnya.
Sambil menunggu kedatangannya di rumah familiku, di Malakkastraat 48, kulihat De Telegraaf, surat kabar berbahasa Belanda yang tergeletak di atas meja, iseng-iseng kubuka-buka halaman per halaman, sampai terhenti di halaman 8 koran tanggal 18 Juli 2007. FOX adverteert met risicovolle Indonesische maatschappijen. ANWB negeert zwarte vlieglijst. Problem baru muncul, citra Indonesia kembali ikut terancam.
Patrick akhirnya muncul, terlambat sekitar dua jam dari rencana, masalah transportasi ternyata tak hanya terjadi di Indonesia, sebuah halilintar besar menghajar sebuah kabel listrik yang berhubungan dengan lalu lintas Kereta Api. Sore itu transportasi KA di Belanda kisruh.
Di sebuah kafe di dekat centrum Den Haag sore itu kita bicarakan banyak hal, bir dingin sore itu cukup menghangatkan badan yang didera dinginnya udara kota. Udara dingin makin tak terasa ketika kita mulai bergerak, menempelkan dan membagikan beberapa stiker Travel Warning: Indonesia, Dangerously Beautiful pada orang-orang di sekitar taman dan pertokoan sekitar centrum.
Selain membagikan sticker, Patrick juga sibuk memotret, buat dokumentasi sekaligus untuk informasi buat teman-teman mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda.
Walau jam sudah menunjukkan pukul 20.00, matahari masih belum mau tunduk di ufuk barat, Secara mengejutkan dan menyenangkan kemudian muncul pula Michael Putra Wenas, mahasiswa Indonesia yang sekarang sudah bekerja di Shell, ditemani Aldo Tomasoa, Regi Laurensius dan seorang teman lain.
Rencanapun dibuat, teman-teman mahasiswa itu sepakat untuk BERTINDAK, menjadi duta bangsa yang berupaya memperbaiki citra negerinya melalui Kampanye TRAVEL WARNING: Indonesia, Dangerously Beautiful. Sebuah langkah awal baru saja mereka canangkan, membela nama Republik Indonesia di mata dunia internasional. Terima kasih duta-duta muda bangsa, semoga gerakanmu diikuti teman-teman di tempat lain, di dalam negeri lebih khusus lagi.
Indonesia pasti bangga, punya orang muda yang bisa menjadi duta bangsanya.
Salut besar juga untuk Christian Santoso, Elsa Adriana, Taman, Adept, Herdian Lasut, Wibi Nugroho dan lainnya.
Iwan Esjepe
Den Haag, Tengah malam, pertengahan Juli 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar