Jakarta, 24 Nopember 2007 (hampir tengah malam)
Perjalanan Jakarta - Bandung sekarang memang bisa ditempuh dengan waktu lebih cepat, Tol Cipularang mendekatkan jarak dua kota itu, namun walau kini lebih dekat dan bisa ditempuh lebih cepat, kaki ini tetap saja merasa pegal.
Malam sudah hampir menjelma pagi, tapi justru kantuk tak kunjung tiba.
Tak bisa tidur saya malam ini.
Sosialisasi kembali akan keindahan negeri melalui kampanye Travel Warning: Indonesia, Dangerously Beautiful tadi siang baru saja kita lakukan, disupport penuh oleh puluhan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Bandung, gerakan ini kita mulai dari lokasi kumpul di Super Indo Dago, dulu tempat ini lebih dikenal dengan sebutan Gelael, ya mungkin karena pernah ada toko milik keluarganya Ricardo Gelael di tempat itu itu.
Rasa lelah menyetir mobil dari Jakarta, langsung hilang saat melihat wajah-wajah teman mahasiswa yang berdatangan, mayoritas mereka tiba dengan mengendarai motor, ada juga beberapa yang turun dari angkutan umum. Tanpa mengharap (dan memang tidak ada) bayaran sepeser pun mereka bersedia meluangkan waktu dan memberikan tenaganya.
Brief singkat, tanya jawab pendek soal pengaturan jalur penyebaran sticker berlangsung cepat. Tak cuma membagikan, mereka juga memberi penjelasan tentang kampanye yang sedang dilakukan.
Kata pembuka yang sering kita berikan berupa pertanyaan, "Apakah bapak/ibu/Anda cinta pada Indonesia?" Biasanya orang yang kita tanya itu akan memelototi kita, matanya terbelalak dan merasa seolah diragukan cintanya pada negeri ini, banyak yang langsung menjawab, "Iya dong, Indonesia tanah airku!". Ada juga yang memberi respon, "Selalu, saya selalu cinta sama Indonesia".
Dari semua jawaban yang kita dengar hari ini, jawaban seorang kakek yang sudah sangat tua di kawasan Braga terdengar agak berbeda "Aki mah ti baheula 100% Indonesia, moal robah. Batur aki nggeus loba nu gugur, era mun ayuena teu cinta deui ka Indonesia mah. Era ka babaturan aki nu ayeuna di Cikutra (taman makam pahlawan)", begitu ucapnya.
Di sorot coklat keruh matanya masih terlihat semangat lautan api, saat kita tanya, "Tahun berapa aki perang?", dengan jelas dia menjawab lantang, "Bulan Maret, 46!"
Saya jadi penasaran, apa betul kakek itu benar terlibat dengan peristiwa perjuangan bersama Mohammad Toha. (Tapi saya urung melihat buku sejarah, saya percaya sepenuhnya, kakek tua itu pernah berjuang dan masih cinta dengan negeri yang pernah dibelanya dengan menyabung nyawa).
Sayang saya lupa bertanya nama dan alamat lengkapnya, sebelum berpisah, kakek tadi sempat minta beberapa sticker tambahan, "Untuk incu aki, biar makin bisa jaga negeri ini".
Kakek tua itu lalu memasukkan sticker ke dalam saku safari hijau kumalnya, memberi senyum, lalu melangkah pergi menjauh. Melihat punggung bungkuk dan langkahnya yang terlihat terseret, air mata saya pun tiba-tiba jatuh (Ya, Allah, semoga keinginan kakek tua itu akan sebuah negeri yang terjaga baik bisa terwujudkan).
Peristiwa lain adalah saat kita ketemu dengan seorang banci di sebuah perempatan jalan, bertemu dengan sekelompok murid SD yang sedang akan latihan sepak bola, dengan kang dadang yang memulung di sekitar Gasibu, dengan teman-teman pedagang kaki lima di sekitar Dago yang dengan sukarela mempersilakan kita menempelkan sticker di gerobak dagangannya, dengan para pengamen, para pengemudi angkot dan beberapa turis yang kami temui keluar-masuk Factory outlet.
Rasa salut, hormat dan sayangku untuk adik-adik mahasiswa yang tadi siang mengabaikan panas, mengajak semua orang kembali memperbaiki negerinya. Semangat itu juga yang membuat pegal kaki saya hilang.
Siapa lagi yang bisa membela/memperbaiki negeri ini selain kita, rakyat Indonesia.
Kakek tua tadi, teman-teman mahasiswa (dan kita) pasti tak akan hidup selamanya, namun semangat Bandung, semoga tetap bisa kita jaga kelangsungannya..
Aaah!!!
Seandainya saja saya tadi sempat, ingin rasanya mengajak kakek tua itu bernyanyi;
Halo-halo Bandung...Ibukota Periangan
Halo-halo bandung... Kota kenang-kenangan
Sudah lama beta, tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api
MARI BUNG REBUT KEMBALI !!!
(Cengeng!! kenapa air mata saya jatuh lagi!?)
Salam perjuangan,
indah dan iwan esjepe
Perjalanan Jakarta - Bandung sekarang memang bisa ditempuh dengan waktu lebih cepat, Tol Cipularang mendekatkan jarak dua kota itu, namun walau kini lebih dekat dan bisa ditempuh lebih cepat, kaki ini tetap saja merasa pegal.
Malam sudah hampir menjelma pagi, tapi justru kantuk tak kunjung tiba.
Tak bisa tidur saya malam ini.
Sosialisasi kembali akan keindahan negeri melalui kampanye Travel Warning: Indonesia, Dangerously Beautiful tadi siang baru saja kita lakukan, disupport penuh oleh puluhan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Bandung, gerakan ini kita mulai dari lokasi kumpul di Super Indo Dago, dulu tempat ini lebih dikenal dengan sebutan Gelael, ya mungkin karena pernah ada toko milik keluarganya Ricardo Gelael di tempat itu itu.
Rasa lelah menyetir mobil dari Jakarta, langsung hilang saat melihat wajah-wajah teman mahasiswa yang berdatangan, mayoritas mereka tiba dengan mengendarai motor, ada juga beberapa yang turun dari angkutan umum. Tanpa mengharap (dan memang tidak ada) bayaran sepeser pun mereka bersedia meluangkan waktu dan memberikan tenaganya.
Brief singkat, tanya jawab pendek soal pengaturan jalur penyebaran sticker berlangsung cepat. Tak cuma membagikan, mereka juga memberi penjelasan tentang kampanye yang sedang dilakukan.
Kata pembuka yang sering kita berikan berupa pertanyaan, "Apakah bapak/ibu/Anda cinta pada Indonesia?" Biasanya orang yang kita tanya itu akan memelototi kita, matanya terbelalak dan merasa seolah diragukan cintanya pada negeri ini, banyak yang langsung menjawab, "Iya dong, Indonesia tanah airku!". Ada juga yang memberi respon, "Selalu, saya selalu cinta sama Indonesia".
Dari semua jawaban yang kita dengar hari ini, jawaban seorang kakek yang sudah sangat tua di kawasan Braga terdengar agak berbeda "Aki mah ti baheula 100% Indonesia, moal robah. Batur aki nggeus loba nu gugur, era mun ayuena teu cinta deui ka Indonesia mah. Era ka babaturan aki nu ayeuna di Cikutra (taman makam pahlawan)", begitu ucapnya.
Di sorot coklat keruh matanya masih terlihat semangat lautan api, saat kita tanya, "Tahun berapa aki perang?", dengan jelas dia menjawab lantang, "Bulan Maret, 46!"
Saya jadi penasaran, apa betul kakek itu benar terlibat dengan peristiwa perjuangan bersama Mohammad Toha. (Tapi saya urung melihat buku sejarah, saya percaya sepenuhnya, kakek tua itu pernah berjuang dan masih cinta dengan negeri yang pernah dibelanya dengan menyabung nyawa).
Sayang saya lupa bertanya nama dan alamat lengkapnya, sebelum berpisah, kakek tadi sempat minta beberapa sticker tambahan, "Untuk incu aki, biar makin bisa jaga negeri ini".
Kakek tua itu lalu memasukkan sticker ke dalam saku safari hijau kumalnya, memberi senyum, lalu melangkah pergi menjauh. Melihat punggung bungkuk dan langkahnya yang terlihat terseret, air mata saya pun tiba-tiba jatuh (Ya, Allah, semoga keinginan kakek tua itu akan sebuah negeri yang terjaga baik bisa terwujudkan).
Peristiwa lain adalah saat kita ketemu dengan seorang banci di sebuah perempatan jalan, bertemu dengan sekelompok murid SD yang sedang akan latihan sepak bola, dengan kang dadang yang memulung di sekitar Gasibu, dengan teman-teman pedagang kaki lima di sekitar Dago yang dengan sukarela mempersilakan kita menempelkan sticker di gerobak dagangannya, dengan para pengamen, para pengemudi angkot dan beberapa turis yang kami temui keluar-masuk Factory outlet.
Rasa salut, hormat dan sayangku untuk adik-adik mahasiswa yang tadi siang mengabaikan panas, mengajak semua orang kembali memperbaiki negerinya. Semangat itu juga yang membuat pegal kaki saya hilang.
Siapa lagi yang bisa membela/memperbaiki negeri ini selain kita, rakyat Indonesia.
Kakek tua tadi, teman-teman mahasiswa (dan kita) pasti tak akan hidup selamanya, namun semangat Bandung, semoga tetap bisa kita jaga kelangsungannya..
Aaah!!!
Seandainya saja saya tadi sempat, ingin rasanya mengajak kakek tua itu bernyanyi;
Halo-halo Bandung...Ibukota Periangan
Halo-halo bandung... Kota kenang-kenangan
Sudah lama beta, tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api
MARI BUNG REBUT KEMBALI !!!
(Cengeng!! kenapa air mata saya jatuh lagi!?)
Salam perjuangan,
indah dan iwan esjepe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar